Kritik Pedas Eks Aktivis 98, Gus Farkhan: DPR Kini Jauh dari Cita-cita Reformasi

Gus Farkhan EvendiKetua BMI, Farkhan Evendi yang mengingatkan pejabat DPR untuk tak bermewah-mewahan. (dok.Istimewa)

Teropong.net – Gelombang demonstrasi yang disertai kerusakan fasilitas publik beberapa hari terakhir memicu keprihatinan dari berbagai kalangan.

Mantan aktivis 98 yang juga Ketua Umum Bintang Muda Indonesia (BMI), Farkhan Evendi atau akrab disapa Cak Farkhan, menyampaikan duka mendalam atas jatuhnya korban jiwa dalam aksi tersebut.

Berdasarkan informasi media, tercatat ada sekitar delapan orang meninggal dari berbagai daerah.

Dalam pandangannya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini dinilai masih jauh dari cita-cita reformasi.

Meski Indonesia telah lebih dari dua dekade meninggalkan masa Orde Baru, praktik politik di parlemen kerap masih sarat dengan transaksi kepentingan.

Kondisi ini, menurutnya, membuat fungsi DPR sebagai lembaga representasi rakyat semakin kabur.

“Di era Orde Baru, DPR hanya dianggap sebagai stempel kebijakan pemerintah. Pasca reformasi, publik berharap ada perubahan mendasar. Namun kenyataannya, politik transaksional masih mendominasi sehingga peran wakil rakyat terdistorsi,” ujar Farkhan Senin (1/9/2025).

Kritik terhadap Gaya Hidup Elit Politik

Farkhan juga menyoroti gaya hidup para legislator yang dinilai semakin menjauh dari realitas masyarakat.

Dengan gaji, tunjangan, dan fasilitas besar yang diterima, anggota DPR terlihat hidup dalam kelas sosial yang berbeda.

“Kalau kita lihat di Belanda, anggota parlemen hidup sederhana, bahkan banyak yang naik sepeda ke kantor dan tinggal di rumah kontrakan. Di Indonesia, justru terlihat jelas perbedaan kelas antara rakyat dan wakilnya,” imbuhnya.

Motivasi Politik Dinilai Menyimpang

Lebih lanjut, Farkhan menilai banyak calon legislator maju bukan karena semangat memperjuangkan aspirasi rakyat, melainkan sekadar mengejar karier politik dan keuntungan pribadi.

“Kalau niatnya tidak tulus untuk kepentingan publik, maka DPR hanya berubah menjadi arena perebutan jabatan dan kekayaan,” tegasnya.

Partai Politik dan Oligarki

Tak hanya DPR, partai politik juga dikritik karena semakin terjebak dalam praktik oligarki.

Menurutnya, hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat kini terkait erat dengan partai, namun sistem kaderisasi yang seharusnya transparan dan berkeadilan justru gagal terwujud.

“Padahal, partai politik adalah pintu masuk utama menuju jabatan publik. Seharusnya ada mekanisme seleksi kader yang terbuka, tapi kenyataannya ruang itu semakin sempit,” jelasnya.

Dorongan Keterlibatan Publik

Sebagai aktivis 98, Farkhan mengingatkan pentingnya keterlibatan publik dalam mengawal jalannya parlemen.

Ia menekankan bahwa rakyat tidak boleh pasif, melainkan harus aktif menuntut keterbukaan dalam proses legislasi maupun pengambilan keputusan strategis.

“DPR harus dipaksa transparan. Masyarakat wajib berani mengawasi agar amanat reformasi tidak terus-menerus dikhianati,” pungkasnya.

Namun Farkhan menekankan bahwa dalam bernegara memang harus ada yang memimpin. Anggota DPR tentu masih diharapkan menerima aspirasi warga dan merealisasikan dengan nyata.

Tetapi kejujuran harus menjadi nilai utama dalam setiap langkahnya.

By redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *