Teropong.net – Di tengah riuhnya suara rakyat yang menuntut perubahan, demo atau unjuk rasa damai di berbagai penjuru Indonesia telah menyisakan duka mendalam.
Demonstrasi yang seharusnya menjadi wadah aspirasi, kini diwarnai dengan kabar pilu atas gugurnya delapan pejuang keadilan.
Mereka adalah bagian dari jutaan suara yang menuntut DPR dan Pemerintah berbenah, agar kembali mendengarkan jeritan rakyat dan bekerja untuk kesejahteraan bersama.
Ketua Bintang Muda Indonesia (BMI), Farkhan Evendi, menyampaikan duka cita yang mendalam atas insiden ini.
“Kami sangat berduka atas gugurnya saudara-saudari kita dalam perjuangan ini. Mereka adalah pahlawan yang telah menyuarakan kebenaran dengan harga nyawa. Semoga dilapangkan kuburnya, semoga husnul khotimah,” kata Farkhan dalam keterangan tertulisnya, Senin (1/9/2025).
Para pejuang keadilan ini berasal dari berbagai latar belakang, menunjukkan bahwa semangat perubahan merasuk ke setiap lapisan masyarakat.
Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online dari Jakarta, yang mungkin berharap masa depan lebih baik untuk keluarganya.
Sarinawati, seorang pegawai DPRD Makassar, yang berjuang dari dalam sistem untuk perubahan.
Saiful Akbar, seorang pegawai DPRD Makassar, yang sama-sama berjuang demi keadilan.
Muhammad Akbar Basri, juga seorang pegawai DPRD Makassar, yang turut menjadi korban.
Rheza Sendy Pratama, seorang mahasiswa dari Yogyakarta, yang lantang menyuarakan aspirasi generasi muda.
Sumari, seorang tukang becak dari Solo, yang sesak karena gas air mata saat demo pecah di Kota Bengawan.
Rusmadiansyah, seorang mahasiswa dari Makassar, yang idealisme masa mudanya harus terhenti di tengah jalan karena ditudug intel oleh massa dan dikeroyok habis.
Septinus Sessa, dari Manokwari, Papua, yang suaranya turut menyatu dalam gelombang protes.
Kepergian mereka menjadi pengingat pahit bahwa perjuangan untuk keadilan seringkali menuntut pengorbanan yang tak terkira.
Darah yang tumpah di jalanan menjadi saksi bisu atas ketidakpuasan rakyat terhadap kinerja wakil rakyat dan pemerintah.
“Stop kekerasan. Hentikan pendekatan keamanan, jangan ada jatuh korban lagi,” tegas Farkhan Evendi.
Ia juga mengingatkan para pejabat untuk lebih membuka pandangan di tengah masyarakat.
“Saatnya para pemimpin berani menemui rakyatnya yang sedang marah dan kecewa. Minta maaflah,”
Pernyataan ini menggema di tengah seruan untuk dialog dan empati dari para pemimpin. Rakyat tidak butuh janji kosong, melainkan tindakan nyata dan pertanggungjawaban.
Mereka membutuhkan kepastian bahwa suara mereka didengar, dan tuntutan mereka direspons dengan serius.
Duka ini bukan hanya milik keluarga yang ditinggalkan, melainkan duka seluruh bangsa.
Kehilangan delapan nyawa dalam aksi damai adalah harga yang terlalu mahal untuk sebuah perubahan.
Semoga pengorbanan mereka tidak sia-sia, dan menjadi pemicu bagi terciptanya Indonesia yang lebih adil, makmur, dan mendengarkan suara rakyatnya.